Makalah Treficking
MAKALAH
HUMAN
TRAFFICKING
Disusun Oleh :
Kelompok : 5
-
Santi
Mulyani
-
Ridho
Rahmatulloh
-
Puput
Nopiyanti
-
Rika
Nuriah
-
Fitria
Candra Kirana
-
Kailani
Ahmad Albisri
-
Saepulloh
Kelas : X. 1
SMA NEGERI
1 PANGKALAN
KARAWANG
2015/2016
KATA PENGANTAR
Puji
syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas mata Pelajaran pengantar kesejahteraan sosial sesuai dengan
waktu yang diharapkan.
Tugas ini
berisi tentang hasil analisis Tugas pengantar kesejahteraan sosial ini di susun
untuk melengkapi penilaian Guru, dengan harapan tugas ini dapat membuat siswa/Siswi
mengerti dan memahami mengenai mata Pelajaran pengantar kesejahteraan sosial.
Terima
kasih yang sebesar-sebesarnya kepada semua pihak yang telah membantu
penyelesaian makalah ini, khususnya kepada Guru yang telah membimbing saya
dalam menyelesaikan makalah ini.
Akhir
kata, semoga tugas ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Tulisan ini tentunya
masih memiliki banyak kekurangan, untuk itu kritik dan saran yang membangun
dari berbagai pihak sangat penulis harapkan.
Karawang, 15 September 2015
Penulis
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR
DAFTAR
ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1
LatarBelakang
1.2
RumusanMasalah
1.3 Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
2.1
Pengertian dan pembahasan
2.2 Faktor Penyebab Human
Trafficking
2.3 Bentuk-Bentuk
Trafficking
2.4 Undang-Undang tentang
Trafficking
2.5 Pencegahan dan Penanggulangan Human
Trafficking
2.6 Hambatan
Pemberantasan Trafficking
BAB III PENUTUP
Kesimpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Di
Indonesia masalah perdagangan orang masih menjadi sala satu ancaman besar
dimana setiap tahun hampir ribuan perempuan dan anak di Indonesia yang harus
menjadi korban trafficking yang terkadang tidak pernah merasa bahwa
dirinya adalah korban, pemasalahan ini bukanlah masalah baru dan tidak hanya
terjadi di Indonesia saja melainkan di Negara-negara lain juga terjadi. Bahkan
masalah perdagangan orang sebenarnya telah terjadi sejak abad ke empat dimana
pada masa itu perdagangan orang masih merupaan hal biasa terjadi dan bukanlah
merupakan bentuk suatu kejahatan dimana saat itu masih marak-maraknya
perbudakan manusia dimanaseorang manusia dapat diperjual belikan dan dijadikan
sebagai objek keadaan seperti itu terjadi dan marak karena masih kurangnya
pemahaman bahwa setiap manusia memiliki harkat dan derajat yang sama tanpa
adanya perbedaan satu sama lain. dan hal itu terus mengalami perkembangan
sampai dengan sekarang tanpa dapat dicegah.
Merupakan suatu permasalahan lama yang kurang
mendapatkan perhatian sehingga keberadaannya tidak begitu nampak di permukaan
padahal dalam prakteknya sudah merupakan permasalahan sosial yang berangsur
angsur menjadi suatu kejahatan masyarakat dimana kedudukan manusia sebagai
obyek sekaligus sebagai subyek dari trafficking. Selain masalah utama
Kurangnya upaya hokum pencegahan yang kuat bagi para pelaku, masalah ini juga
didasari oleh lemahnya tingkat kesadaran masyarakat untuk mengerti dan paham
akan adanya bahaya yang ditimbulkan dari praktek trafficking.
Lemahnya tingkat kesadaran masyarakat ini
tentunya akan semakin memicu praktik trafficking untuk terus berkembang.
Dalam hal ini maka selain mendesak pemerintah untuk teru mengupayakan adanya
bentuk formal upaya perlindungan hukum bagi korban trafficking dan
tindakan tegas bagi pelaku maka diperlukan juga kesadaran masyarakat agar
masyarakat juga berperan aktif dalam memberantas praktek trafficking sehingga
tujuan pemberantasan trafficking dapat tercapai dengan maksimal dengan
adanya kerjasama yang baik antara pemerintah dan masyarakat Dalam sejarah
perkembangan kejahatan, perdagangan perempuan dan anak-anak termasuk didalam
kejahatan yang terorganisir (organized crime) yang artinya suatu
kejahatan yang dilakukan dalam suatu jaringan yang terorganisir tapi dalam
suatu organisasi bawah tanah dan dilakukan dengan cara canggih karena pengaruh
kemajuan tekhnologi informasi dan transformasi sehingga batas Negara hampir
tidak dikenal apalagi dengan pengawasan yang
tidak ketat di daerah perbatasan
atau tempat pemeriksaan imigrasi juga mempermudah terjadinya tindak pidana
perdagangan orang dan sifatnya lintas Negara. Perdagangan orang merupakan salah
satu bentuk perlakuan terburuk dari tindak kekerasan yang dialami orang
terutama perempuan dan anak termasuk kejahatan dan pelanggaran hak asasi
manusia. dan Isu perdagangan manusia atau trafficking khususnya perempuan dan
anak beberapa bulan terakhir cukup mendapat soroton di berbagai media massa.
Media massa tidak hanya sekedar menyoroti kasus-kasus tersebut saja, akan
tetapi juga lika- liku tindakan penyelamatan yang dilakukan aparat penegak
hukum terhadap korban serta bagaimana upaya pemerintah dalam mengatasi
permasalahan tersebut.
Kasus-
kasus perdagangan manusia yang cukup mendapat sorotan media beberapa waktu yang
lalu misalnya kasus penjualan tujuh orang perempuan Cianjur yang diperdagangkan
sebagai pekerja seks komersial (PSK) ke Pekanbaru, Riau yang berhasil
diselamatkan oleh Polres Cianjur beberapa waktu yang lalu. Upaya lainnya
adalah upaya penyelamatan terhadap dua orang perempuan korban perdagangan
perempuan yang dibebaskan oleh reporter SCTV
dari Tekongnya di Malaysia. Dari kasus-kasus tersebut telah menguatkan
bahwa trafficking merupakan
pelanggaran hak asasi manusia dan salah satu masalah yang perlu penanganan
mendesak bagi seluruh komponen bangsa Indonesia. Karena hal ini mempengaruhi
citra bangsa Indonesia itu sendiri dimata dunia internasional. Apalagi, data
Departemen Luar Negeri Amerika Serikat telah menunjukkan bahwa Indonesia berada
pada urutan ketiga sebagai pemasok perdagangan perempuan dan anak.
Dari uraian tersebut di atas,
tulisan ini akan mengulas secara singkat mengenai apa itu perdagangan manusia
khususnya perempuan dan anak, bagaimana bentuk, tujuan dan pola perdagangan
serta upaya penanggulangannya.
1.2 Tujuan
Tujuan dari isi makalah ini adalah :
a.
Mengetahui dan memahami lebih jauh dari Human Trafficking
b.
Mengerti cara mencegah dan menanggulangi Human Trafficking
c.
Dapat memberikan tindakan nyata sebagai bentuk rasa simpati terhadap korban
Human Trafficking
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Human Trafficking
Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) mendefinisikan
trafficking sebagai :
Perekrutan, pengiriman, pemindahan,
penampungan, atau penerimaan seseorang, dengan ancaman, atau penggunaan
kekerasan, atau bentuk-bentuk pemaksaan lain, penculikan, penipuan, kecurangan,
penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, atau memberi atau menerima bayaran
atau manfaat untuk memperoleh ijin dari orang yang mempunyai wewenang atas
orang lain, untuk tujuan eksploitasi. (Protokol PBB tahun 2000 untuk Mencegah,
Menanggulangi dan Menghukum Trafficking terhadap Manusia, khususnya perempuan
dan anak-anak; Suplemen Konvensi PBB mengenai Kejahatan Lintas Batas Negara).
Dari definisi tersebut, dapat
disimpulkan bahwa istilah trafficking merupakan:
a. Pengertian trafficking dapat mencakup kegiatan
pengiriman tenaga kerja, yaitu kegiatan memindahkan atau mengeluarkan seseorang
dari lingkungan tempat tinggalnya/keluarganya. Tetapi pengiriman tenaga kerja
yang dimaksud tidak harus atau tidak selalu berarti pengiriman ke luar negeri.
b. Meskipun trafficking dilakukan atas izin tenaga
kerja yang bersangkutan, izin tersebut sama sekali tidak menjadi relevan (tidak
dapat digunakan sebagai alasan untuk membenarkan trafficking tersebut) apabila
terjadi penyalahgunaan atau korban berada dalam posisi tidak berdaya. Misalnya
karena terjerat hutang, terdesak oleh kebutuhan ekonomi, dibuat percaya bahwa
dirinya tidak mempunyai pilihan pekerjaan lain, ditipu, atau diperdaya.
c. Tujuan trafficking adalah eksploitasi, terutama
tenaga kerja (dengan menguras habis tenaga yang dipekerjakan) dan eksploitasi
seksual (dengan memanfaatkan kemudaan, kemolekan tubuh, serta daya tarik seks
yang dimiliki tenaga kerja yang yang bersangkutan dalam transaksi seks).
Sedangkan Global Alliance Against Traffic in Woman (GAATW) mendefinisikan
perdagangan (trafficking):
Semua usaha atau tindakan yang
berkaitan dengan perekrutan, pembelian, penjualan, transfer, pengiriman, atau
penerimaan seseorang dengan menggunakan penipuan atau tekanan, termasuk
pengunaan ancaman kekerasan atau penyalahgunaan kekuasaan atau lilitan hutang
dengan tujuan untuk menempatkan atau menahan orang tersebut, baik dibayar atau
tidak, untuk kerja yang tidak diinginkan (domestik seksual atau reproduktif)
dalam kerja paksa atau dalam kondisi perbudakan, dalam suatu lingkungan lain
dari tempat dimana orang itu tinggal pada waktu penipuan, tekanan atau lilitan
hutang pertama kali.
Dari definisi ini, dapat disimpulkan
bahwa istilah perdagangan (trafficking) mengandung
unsur-unsur sebagai berikut:
1.
Rekrutmen
dan transportasi manusia
2.
Diperuntukkan
bekerja atau jasa/melayani
3.
Untuk
kepentingan pihak yang memperdagangkan
2.2 Faktor Penyebab Human Trafficking

Tidak ada satu pun yang merupakan
sebab khusus terjadinya trafficking manusia di Indonesia. Trafficking
disebabkan oleh keseluruhan hal yang terdiri dari bermacam-macam kondisi serta
persoalan yang berbeda-beda. Termasuk ke dalamnya adalah:
1. Kemiskinan
Menurut data Badan Pusat Statistik
(BPS) adanya kecenderungan jumlah penduduk miskin terus meningkat dari 11,3%
pada tahun 1996 menjadi 23,4% pada tahun 1999, walaupun berangsur-angsur telah
turun kembali menjadi 17,6% pada tahun 2002, kemiskinan telah mendorong
anak-anak untuk tidak bersekolah sehingga kesempatan untuk mendapatkan
keterampilan kejuruan serta kesempatan kerja menyusut. Seks komersial kemudian
menjadi sumber nafkah yang mudah untuk mengatasi masalah pembiayaan hidup.
Kemiskinan pula yang mendorong kepergian ibu sebagai tenaga kerja wanita yang
dapat menyebabkan anak terlantar tanpa perlindungan sehingga beresiko menjadi
korban perdagangan manusia.
a. Keinginan
cepat kaya
Keinginan untuk hidup lebih layak,
tetapi dengan kemampuan yang minim dan kurang mengetahui informasi pasar kerja,
menyebabkan mereka terjebak dalam lilitan hutang para penyalur tenaga kerja dan
mendorong mereka masuk dalam dunia prostitusi.
b.
Pengaruh
sosial budaya
Disini misalnya, budaya pernikahan
di usia muda yang sangat rentan terhadap perceraian, yang mendorong anak
memasuki eksploitasi seksual komersial. Berdasarkan UU Perkawinan No.1/1974,
perempuan Indonesia diizinkan untuk menikah pada usia 16 tahun atau lebih muda
jika mendapat izin dari pengadilan. Meskipun begitu, dewasa ini pernikahan dini
masih berlanjut dengan persentase 46,5% perempuan menikah sebelum mencapai usia
18 tahun dan 21,5% sebelum mencapai usia 16 tahun. Tradisi budaya pernikahan
dini menciptakan masalah sosio-ekonomi untuk pihak lelaki maupun perempuan
dalam perkawinan tersebut. Tetapi implikasinya terutama terlihat jelas bagi
gadis/perempuan. Masalah-masalah yang mungkin muncul bagi perempuan dan gadis
yang melakukan pernikahan dini antara lain: Dampak buruk pada kesehatan
(kehamilan prematur, penyebaran HIV/AIDS), pendidikan terhenti, kesempatan
ekonomi terbatas, perkembangan pribadi terhambat dan tingkat perceraian yang
tinggi.
Masing-masing isu diatas adalah
masalah sosial yang berkenaan dengan kesejahteraan anak perempuan khususnya
penting dalam hal kerentanan terhadap perdagangan. Hal ini dikarenakan:
1. Perkembangan
pribadi yang terhambat, membuat banyak gadis tidak mempunyai bekal keterampilan
kerja yang cukup berkembang, sehingga mereka akan kesulitan untuk berunding
mengenai kodisi dan kontrak kerja, atau untuk mencari bantuan jika mengalami
kekerasan dan eksploitasi.
2. Keterbatasan
pendidikan, mereka sering rentan terhadap pekerjaan yang eksploitatif dan
perdagangan karena mereka umumnya tidak terlalu paham hak-haknya.
3. Peluang ekonomi
yang terbatas, mengingat terbatasnya pilihan ekonomi dan kekuatan tawar-menawar
mereka, perempuan muda rentan terhadap pekerjaan yang eksploitatif dan
perdagangan.
c.
Kurangnya
pencatatan kelahiran
Anak dan orang dewasa yang tidak
terdaftar serta tidak memiliki akta kelahiran amat rentan terhadap eksploitasi.
Orang yang tidak dapat memperlihatkan akta kelahirannya sering kali kehilangan
perlindungan yang diberi hukum karena dimata negara secara teknis mereka tidak
ada. Rendahnya registrasi kelahiran, khususnya di kalangan masyarakat desa,
memfasilitasi perdagangan manusia. Agen dan pelaku perdagangan memanfaatkan
ketiadaan akta kelahiran asli untuk memalsukan umur perempuan muda agar mereka
dapat bekerja di luar negeri. Contoh, seperti yang dikemukakan dalam bagian
Kalimantan Barat dari laporan ini (bagian VF), agen yang sah maupun gelap
memakai kantor imigrasi di Entikong, Kalimantan Barat, untuk memproses paspor
palsu bagi gadis-gadis di bawah umur.
d. Korupsi dan
lemahnya penegakan hukum
Korupsi di Indonesia telah menjadi
suatu yang lazim dalam kehidupan sehari-hari, karena baik kalangan atas maupun
bawah telah melakukan praktik korupsi ini. Karena itulah, korupsi memainkan
peran integral dalam memfasilitasi perdagangan perempuan dan anak di Indonesia,
disamping dalam menghalangi penyelidikan dan penuntutan kasus perdagangan.
Mulai dari biaya illegal dan pemalsuan dokumen. Dampak korupsi ini terhadap
buruh migran perempuan dan anak harus dipelajari dari umur mereka yang masih
muda dan lugu, yang tidak tahu bagaimana cara menjaga diri di kota-kota besar
karena mereka tidak terbiasa dan sering malu untuk mencari bantuan. Tidak peduli
berapa usia dan selugu apa pun mereka, mereka yang berimigrasi dengan dokumen
palsu takut status illegal mereka akan membuat mereka jatuh ke dalam kesulitan
lebih jauh dengan pihak berwenang atau dapat dideportasi. Pelaku perdagangan
memanfaatkan ketakutan ini, untuk terus mengeksploitasi para perempuan dan
proyek. Masalah lain yaitu lemahnya hukum di Indonesia.
Untuk penyelidikan dan penuntutan
kasus-kasus perdagangan, sistem hukum Indonesia sampai sekarang masih lemah,
lamban dan mahal. Sangat sedikit transparansi, sehingga hanya sedikit korban
yang mempercayakan kepentingan mereka kepada sistem tersebut. Perilaku kriminal
memiliki sumber daya dan koneksi untuk memanfaatkan sistem tersebut. Akibatnya,
banyak korban perdagangan yang tidak mau menyelesaikan masalah melalui proses
hukum. Hal ini mengakibatkan praktik pedagangan/trafficking semakin meningkat
dan masih berlangsung.
e. Media massa
Media massa masih belum memberikan
perhatian yang penuh terhadap berita dan informasi yang lengkap tentang trafficking
dan belum memberikan kontribusi yang optimal dalam upaya pencegahan maupun
penghapusannya. Bahkan tidak sedikit justru memberitakan yang kurang mendidik
dan bersifat pornografis yang mendorong menguatnya kegiatan trafficking dan
kejahatan susila lainnya.
f. Pendidikan
minim dan tingkat buta huruf
Survei sosial-ekonomi nasional tahun
2000 melaporkan bahwa 34% penduduk Indonesia berumur 10 tahun ke atas
belum/tidak tamat SD/tidak pernah bersekolah, 34,2% tamat SD dan hanya 155 yang
tamat SMP. Menurut laporan BPS pada tahun 2000 terdapat 14% anak usia 7-12 dan
24% anak usia 13-15 tahun tidak melanjutkan ke SLTP karena alasan pembiayaan.
Orang dengan pendidikan yang terbatas atau buta aksara kemungkinan besar akan
menderita keterbatasan ekonomi. Dan mereka juga tidak akan mempunyai
pengetahuan kepercayaan diri untuk mengajukan pertanyaan tentang
ketentuan-ketentuan dalam kontrak dan kondisi kerja mereka. Selain itu, mereka
akan sulit mencari pertolongan ketika mereka kesulitan saat berimigrasi atau mencari
pekerjaan. Mereka akan kesulitan bagaimana mengakses sumber daya yang tersedia,
tidak dapat membaca atau mengerti brosur iklan layanan masyarakat lain mengenai
rumah singgah atau nomor telepon yang bisa dihubungi untuk mendapatkan bantuan.
Seorang yang rendah melek huruf sering kali secara lisan dijanjikan akan
mendapat jenis pekerjaan atau jumlah gaji tertentu oleh seorang agen, namun
kontrak yang mereka tanda tangani (yang mungkin tidak dapat mereka baca)
mencantumkan ketentuan kerja serta kompensasi yang jauh berbeda, mengarah ke
eksploitasi.
2.3 Bentuk-Bentuk Trafficking

Ada beberapa bentuk trafficking
manusia yang terjadi pada perempuan dan anak-anak.
1. Kerja Paksa Seks & Eksploitasi
seks, baik di luar negeri maupun di wilayah Indonesia
2. Pembantu Rumah Tangga (PRT), baik di
luar ataupun di wilayah Indonesia
3. Bentuk Lain
dari Kerja Migran, baik di luar ataupun di wilayah Indonesia
4. Penari,
Penghibur & Pertukaran Budaya terutama di luar negeri
5. Pengantin
Pesanan, terutama di luar negeri
6. Beberapa
Bentuk Buruh/Pekerja Anak, terutama di Indonesia
7. Trafficking/penjualan
Bayi, baik di luar negeri ataupun di Indonesia
Sasaran yang rentan menjadi korban perdagangan
perempuan antara lain :
1. Anak-anak
jalanan
2. Orang yang
sedang mencari pekerjaan dan tidak mempunyai pengetahuan informasi yang benar
mengenai pekerjaan yang akan dipilih
3. Perempuan
dan anak di daerah konflik dan yang menjadi pengungsi
4. Perempuan
dan anak miskin di kota atau pedesaan
5. Perempuan
dan anak yang berada di wilayah perbatasan anatar Negara
6. Perempuan
dan anak yang keluarganya terjerat hutang
7. Perempuan
korban kekerasan dalam rumah tangga, korban pemerkosaan
2.4
Undang-Undang
tentang Trafficking
Berikut ini beberapa peraturan
perundang-undangan :
1. Kitab
Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), Pasal 285, 287-298; Pasal 506
2. UU RI No. 7
tahun 1984 (ratifikasi konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap
Perempuan/CEDAW; pasal 2,6,9,11,12,14,15,16)
3. UU RI No. 20
tahun 1999 (ratifikasi konvensi ILO No. 138 tentang Usia Minimum yang
Diperbolehkan Bekerja)
4. UU RI No.
1/2000 (ratifikasi konvensi ILO No. 182 tentang Bentuk-Bentuk
Pekerjaan Terburuk untuk Anak)
5. UU RI no.
29/1999 (ratifikasi konvensi untuk Mengeliminasi Diskriminasi Rasial)
6. Keppres No
36/1990 ( ratifikasi konvensi Hak Anak)
2.5 Pencegahan dan Penanggulangan Human
Trafficking

Perdagangan
orang, khususnya perempuan sebagai suatu bentuk tindak kejahatan yang kompleks,
tentunya memerlukan upaya penanganan yang komprehensif dan terpadu. Tidak hanya
dibutuhkan pengetahuan dan keahlian profesional, namun juga pengumpulan dan
pertukaran informasi, kerjasama yang memadai baik sesama aparat penegak hukum
seperti kepolisian, kejaksaan, hakim maupun dengan pihak-pihak lain yang
terkait yaitu lembaga pemerintah (kementerian terkait) dan lembaga non
pemerintah (LSM) baik lokal maupun internasional. Semua pihak bisa saling
bertukar informasi dan keahlian profesi sesuai dengan kewenangan masing-masing
dan kode etik instansi. Tidak hanya perihal pencegahan, namun juga penanganan
kasus dan perlindungan korban semakin memberikan pembenaran bagi upaya
pencegahan dan penanggulangan perdagangan perempuan secara terpadu. Hal ini
bertujuan untuk memastikan agar korban mendapatkan hak atas perlindungan dalam
hukum.
Dalam
konteks penyidikan dan penuntutan, aparat penegak hukum dapat memaksimalkan
jaringan kerjasama dengan sesama aparat penegak hukum lainnya di dalam suatu
wilayah negara, untuk bertukar informasi dan melakukan investigasi bersama.
Kerjasama dengan aparat penegak hukum di negara tujuan bisa dilakukan melalui
pertukaran informasi, atau bahkan melalui mutual legal assistance, bagi
pencegahan dan penanggulangan perdagangan perempuan lintas negara.
Upaya Masyarakat dalam pencegahan trafficking yakni dengan meminta dukungan
ILO, dan Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI) yang melakukan Program
Prevention of Child Trafficking for Labor and Sexual Exploitation. Tujuan dari
program ini adalah :
1.
Memperbaiki kualitas pendidikan dari tingkat Sekolah Dasar sampai Sekolah
Menegah Atas untuk Fmemperluas angka
partisipasi anak laki-laki dan anak perempuan,
2. Mendukung keberlanjutan pendidikan dasar
untuk anak perempuan setelah lulus sekolah dasar,
3. Menyediakan pelatihan keterampilan dasar
untuk memfasilitasi kenaikan penghasilan,
4. Menyediakan pelatihan kewirausahaan dan
akses ke kredit keuangan untuk memfasilitasi usaha sendiri,
5. Merubah sikap dan pola pikir keluarga dan
masyarakat terhadap trafficking anak.
2.6 Hambatan Pemberantasan Trafficking
Upaya penanggulangan perdagangan
manusia khususnya perdagangan perempuan dan anak mengalami berbagai hambatan.
Dari berbagai upaya yang telah dilakukan SP selama ini, terdapat 3 (tiga) hal
yang merupakan hambatan kunci dalam melakukan upaya tersebut, yaitu antara
lain:
1. Budaya
masyarakat (culture)
Anggapan bahwa jangan terlibat
dengan masalah orang lain terutama yang berhubungan dengan polisi karena akan
merugikan diri sendiri, anggapan tidak usah melaporkan masalah yang dialami,
dan lain sebagainya. Stereotipe yang ada di masyarkat tersebut
masih mempengaruhi cara berpikir masyarakat dalam melihat persoalan kekerasan
perempuan khususnya kekerasan yang dialami korban perdagangan perempuan dan
anak.
2. Kebijakan
pemerintah khususnya peraturan perundang-undangan (legal substance)
Belum adanya regulasi yang khusus
(UU anti trafficking) mengenai perdagangan perempuan dan anak selain dari
Keppres No. 88 Tahun 2002 mengenai RAN penghapusan perdagangan perempuan
dan anak. Ditambah lagi dengan masih kurangnya pemahaman tentang perdagangan
itu sendiri dan kurangnya sosialisasi RAN anti trafficking tersebut.
3. Aparat
penegak hukum (legal structure)
Keterbatasan peraturan yang ada
(KUHP) dalam menindak pelaku perdagangan perempuan dan anak berdampak pada
penegakan hukum bagi korban. Penyelesaian beberapa kasus mengalami kesulitan
karena seluruh proses perdagangan dari perekrutan hingga korban bekerja dilihat
sebagai proses kriminalisasi biasa.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Trafficking
merupakan permasalahan klasik yang
sudah ada sejak kebudayaan manusia itu ada dan terus terjadi sampai dengan hari
ini. Penyebab utama terjadinya trafficking adalah kurangnya informasi
akan adanya trafficking, kemiskinan dan rendahnya tingkat pendidikan
serta keterampilan yang dimiliki oleh masyarakat terutama mereka yang berada di
pedesaan, sulitnya lapangan pekerjaan selain itu juga masih lemahnya
pelaksanaan hukum di Indonesia tentang perdagangan orang. Situasi ini terbaca
oleh pihak calo,sponsor,rekruter untuk mengambil manfaat dari keadaan ini
dengan mengembangkan praktek trafficking di tempat-tempat yang
diindikasikan mudah menjerat para korbannya.
Untuk
memberantas dan mengurangi trafficking memerluan juga kerja sama lintas
Negara serta peningkatan kualitas pendidikan dan keterampilan. Selain itu
penyedian perangkat hukum yang memadahi untuk skala internasional, regional
bahkan lokal juga penegakan hukum oleh apart hukum untuk menghambat laju
pergerakan jaringan trafficking. Bahkan tindakan pemberian sanksi yang
berat terhadap pelaku trafficking dan perlindungan terhadap korban juga
harus diperhatikan. Dan yang tak kalah pentingnya dengan sosialisasi isu
tentang perdagangan anak dan perempuan terhadap semua komponen masyarakat
sehingga masalah ini mendapat perhatian dan menjadi kebutuhan yang mendesak
untuk diperjuangkan dan mendapatkan penanganan yang maksimal dari semua pihak.
3.2 Saran
Yang dapat Anda lakukan jika Anda,
Saudara atau teman Anda menjadi korban perdagangan (trafficking) Berikan
dukungan secara penuh, dan :
1. Kumpulkan bukti-bukti dengan mencatat
tanggal, tempat kejadian serta ciri-ciri pelaku,
2.
Pilih orang yang dapat dipercaya, keluarga untuk menceritakan
permasalahan yang terjadi. Minta Ftolong untuk melaporkan kepada pihak yang berwajib,
3. Laporkan segera kepada aparat kepolisian
terdekat,
4. Minta bantuan/pendampingan kepada Lembaga
Bantuan Hukum (LBH),
5. SKonsultasikan
kepada lembaga-lembaga yang menangani masalah perempuan yaitu organisasi
perempuan, organisasi masyarakat yang memahami pola perdagangan (trafficking).
DAFTAR PUSTAKA
Editor, “Sosialisasi Bahaya Trafficking”,
Jurnal Perempuan, Edisi 15 Februari 2005
Handhyono, Suparti. Human
Trafficking dan Kaitannya dengan Tindak Pidana KDART, Makalah dalam Seminar
di Kota Batu-Malang, tanggal 30 November 2006.
Hartiningih, Maria. Feminisme Migrasi
dalam Migrasi Internasional,
http://www.kompas.com./kolomctil.asp.098!?.
(diakses tanggal 20 November 2010)
Jannah, Fathul et.al., Kekerasan
terhadap Istri. Yogyakarta: LKIS,2003.
Komnas Perempuan, Peta Kekerasan
Pengalaman Perempuan Indonesia, Jakarta, Ameepro,2002
NN, Aliansi Global Menentang
Perdagangan Perempuan: Standar HAM untuk Perlakuan terhadap Orang yang
Diperdagangkan, 1999
NN, Mematahkan Persepsi Anak
Perempuan sebagai Asset Bakti vs. Eksploitasi: http://www.kompas.com./kolomctil.asp.098!?. (diakses tanggal 20
November 2010)
Yentriyani, Andi. Politik
Perdagangan Perempuan. Yogyakarta: Galang Press, 2004.
Komentar
Posting Komentar