MAKALAH KASUS FREDDY BUDIMAN
MAKALAH
KASUS FREDDY BUDIMAN
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR
DAFTAR
ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Rentetan Kasus Hukum Freddy Budiman, si Gembong Narkoba
2.2. Jaringan Belanda
2.3. Vonis Mati Freddy
2.4. Curhat Freddy Budiman sebelum dieksekusi: Pernah suap personil BNN
dan Polri
BAB
III PENUTUP
3.1
Kesimpulan
3.1. Saran
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Latar Belakang
Freddy Budiman (37) boleh dibilang
sudah menjadi bandar narkotika tulen. Berkali-kali terjerat kasus narkoba tak
membuatnya jera. Bahkan, ia masih bisa mengendalikan peredaran narkoba dari
balik jeruji penjara.
Namanya menjadi terkenal beberapa hari
terakhir setelah terungkap kasus bilik asmara di Lembaga Pemasyarakatan
Narkotika Cipinang. Vanny Rossyane, yang mengaku pacar Freddy, mengungkap
keberadaan ruangan di dalam lapas yang sering digunakan mereka untuk menikmati
narkoba dan berhubungan seks.
Kasus bilik asmara kini dalam
penyelidikan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Meski berkali-kali
membantah adanya ruangan tersebut, Kalapas Cipinang Thurman Hutapea dicopot.
Petualangan Freddy sebagai pengedar
narkoba sudah dimulai sejak Maret 2009 lalu. Saat itu polisi menggeledah
kediaman Freddy di Apartemen Taman Surya, Cengkareng, Jakarta Barat. Di tempat
itu ditemukan 500 gram sabu-sabu, sehingga Freddy diganjar hukuman 3 tahun 4
bulan penjara. Setelah bebas, Freddy kembali berulah. Pada 2011 sepak
terjangnya sebagai bandar narkoba kembali terendus oleh Direktorat Narkoba
Polda Metro Jaya. Setelah melakukan penyelidikan, pada Rabu, 27 April 2011,
Freddy kembali diringkus.
Penangkapan Freddy terjadi di Jalan
Benyamin Sueb, Kemayoran, Jakarta Pusat. Saat itu Freddy tengah mengendarai
mobilnya. Karena menolak untuk berhenti dan menyerahkan diri, petugas menembak
ban dan memecahkan kaca, lalu menyeret Freddy keluar dari mobil.
Setelah digeledah di dalam mobil,
polisi menemukan sejumlah barang bukti berupa 300 gram heroin, 27 gram sabu,
dan 450 gram bahan pembuat ekstasi. Freddy mengaku sebagian barang haram
dititipkan kepada oknum polisi, Bripka S, warga Ciracas, Jakarta Timur.
Pada 6 Mei 2011 Direktorat Narkoba
Polda Metro Jaya dipimpin Wakil Direktur AKBP Krisno Siregar melakukan
penggeledahan di rumah Bripka S. Dari tempat itu ditemukan barang bukti berupa
sabu, bahan pembuat ekstasi, dan mesin cetak tablet ekstasi.
Penyelidikan terus dikembangkan.
Terungkaplah keterlibatan Bripka BA. Ternyata kasus tersebut juga melibatkan
Kompol WS, AKP M, dan AKP AM. Terkait kasus itu Freddy divonis sembilan tahun
penjara.
Namun, baru setahun mendekam di balik
jeruji besi LP Cipinang, ia kembali berulah dengan mendatangkan pil ekstasi
dalam jumlah besar dari China. Ia masih bisa mengorganisasi penyelundupan
1.412.475 pil ekstasi dari China dan 400.000 ekstasi dari Belanda.
Kasubag Humas Badan Narkotika Nasional
(BNN), Sumirat Dwiyanto waktu itu mengatakan, pengungkapan
kasus impor ekstasi itu berawal dari datangnya sebuah kontainer pada 8 Mei
2012. Kontainer bernomor TGHU 0683898 itu diangkut kapal YM Instruction Voyage
93 S, berangkat dari Pelabuhan Lianyungan, Shenzhen, China, tujuan Jakarta.
Kasus penyelundupan ekstasi dari China
merupakan kasus terbesar dalam 10 tahun terakhir di Indonesia. Majelis hakim
Pengadilan Negeri Jakarta Barat menjatuhkan hukuman mati kepada Freddy pada
Senin (15/7/2013) lalu. Vonis itu masih ditambah lagi hukuman tidak boleh
menggunakan alat komunikasi apa pun selama berada dalam penjara. Petugas telah
menyita sekitar 40 buah handphone yang kerap digunakan untuk menjalankan bisnis
narkoba dari balik jeruji besi. Cerita mengenai pria asal Surabaya, Jawa Timur,
itu bertambah heboh ketika ia memacari foto model majalah pria dewasa, Anggita
Sari (21), bahkan berencana menikah siri dengan perempuan cantik tersebut.
Terakhir, kisahnya dengan model majalah pria dewasa Venny Rossyane mengemuka
karena menjadi latar belakang kasus adanya dugaan bilik asmara di Lapas
Cipinang.(Nurmulia Rekso Puromo)
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1. Rentetan Kasus
Hukum Freddy Budiman, si Gembong Narkoba
VIVAnews
- Pengakuan
model majalah pria dewasa Vanny Rossyane mengangkat lagi nama gembong narkoba
Freddy Budiman. Pria 37 tahun itu disebut Vanny mendapat fasilitas khusus
selama menjalani pidana 18 tahun di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Klas II
Cipinang, karena punya uang banyak. Ia masih bisa pesta sabu dan berhubungan
intim dengan teman wanitanya seminggu tiga kali di ruangan khusus yang ada di
lapas.
Freddy sebetulnya bukan kali ini saja berurusan dengan hukum, ia sudah sering keluar masuk penjara karena kasus narkoba. Catatan yang dikumpulkan VIVAnews, tahun 2009 Freddy pernah tertangkap karena memiliki 500 gram sabu-sabu. Saat itu, dia divonis 3 tahun dan 4 bulan.
Freddy kembali berurusan dengan aparat pada 2011. Saat itu, dia kedapatan memiliki ratusan gram sabu dan bahan pembuat inex. Terakhir, Freddy diketahui menjadi terpidana 18 tahun karena kasus narkoba di Sumatera dan menjalani masa tahanannya di LP Cipinang.
Berada di balik bui ternyata tak menghentikan aksi Freddy. Dia masih bisa mengendalikan bisnis barang haram itu dari balik bui menggunakan telepon genggam, salah satu benda yang dilarang dalam penjara. Jejaknya terendus setelah Badan Narkotika Nasional (BNN) mengamankan narkotika jenis ekstasi sebanyak 1.412.476 butir pada Mei 2012.
Untuk mengelabui petugas, paket barang haram asal China itu ditujukan ke Institusi Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI. Ekstasi yang dikirim melalui jalur laut ini berasal dari pelabuhan Lianyungan, Shenzhen, China dengan tujuan Jakarta.
BNN saat itu merilis bahwa paket ekstasi ini berangkat dari China pada tanggal 28 April dan tiba di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta pada 8 Mei 2012. Ekstasi dibungkus dalam paket teh China dalam 12 kardus cokelat tanpa identitas.
Dari barang bukti jutaan butir ekstasi tersebut, BNN mengamankan delapan orang tersangka yang salah satunya adalah anggota TNI berinisial S. Dari pengembangan kasus, BNN menemukan bahwa pengiriman paket ekstasi ini digerakkan oleh tiga napi di LP Cipinang. Salah satunya, Freddy Budiman. Saat itu, petugas juga menyita empat ponsel. Kemudian, BNN memusnahkan 1.411.711 butir ekstasi yang mereka sita tersebut.
Freddy sebetulnya bukan kali ini saja berurusan dengan hukum, ia sudah sering keluar masuk penjara karena kasus narkoba. Catatan yang dikumpulkan VIVAnews, tahun 2009 Freddy pernah tertangkap karena memiliki 500 gram sabu-sabu. Saat itu, dia divonis 3 tahun dan 4 bulan.
Freddy kembali berurusan dengan aparat pada 2011. Saat itu, dia kedapatan memiliki ratusan gram sabu dan bahan pembuat inex. Terakhir, Freddy diketahui menjadi terpidana 18 tahun karena kasus narkoba di Sumatera dan menjalani masa tahanannya di LP Cipinang.
Berada di balik bui ternyata tak menghentikan aksi Freddy. Dia masih bisa mengendalikan bisnis barang haram itu dari balik bui menggunakan telepon genggam, salah satu benda yang dilarang dalam penjara. Jejaknya terendus setelah Badan Narkotika Nasional (BNN) mengamankan narkotika jenis ekstasi sebanyak 1.412.476 butir pada Mei 2012.
Untuk mengelabui petugas, paket barang haram asal China itu ditujukan ke Institusi Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI. Ekstasi yang dikirim melalui jalur laut ini berasal dari pelabuhan Lianyungan, Shenzhen, China dengan tujuan Jakarta.
BNN saat itu merilis bahwa paket ekstasi ini berangkat dari China pada tanggal 28 April dan tiba di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta pada 8 Mei 2012. Ekstasi dibungkus dalam paket teh China dalam 12 kardus cokelat tanpa identitas.
Dari barang bukti jutaan butir ekstasi tersebut, BNN mengamankan delapan orang tersangka yang salah satunya adalah anggota TNI berinisial S. Dari pengembangan kasus, BNN menemukan bahwa pengiriman paket ekstasi ini digerakkan oleh tiga napi di LP Cipinang. Salah satunya, Freddy Budiman. Saat itu, petugas juga menyita empat ponsel. Kemudian, BNN memusnahkan 1.411.711 butir ekstasi yang mereka sita tersebut.
2.2.
Jaringan Belanda
Nama
Freddy kembali muncul setelah Mabes Polri mengungkap jaringan ekstasi
internasional jalur Belanda-Jakarta pada 2013. Polisi membongkar pengiriman 400
ribu ekstasi yang dimasukkan dalam 4 kompresor.
Kabareskrim Komjen Sutarman mengungkapkan, polisi mendapat informasi soal penyelundupan itu pada Februari 2013. Kemudian, tim gabungan berhasil menggerebek para pelaku ketika sedang bertransaksi di Jalan Kembang Sepatu, Senen, Jakarta Pusat, Senin, 11 Maret 2013.
Narkoba itu tadinya akan dikirim kepada Freddy untuk disebar di Medan, Bali, dan Surabaya. dua warga negara asing yaitu Laosan (Hongkong) dan Bahari Piong alias Boncel (Belanda dan mantan WNI) menjadi pemasok jaringan tersebut. Namun, menurut Sutarman saat itu, kelompok ini merupakan pemasok utama ekstasi ke tempat-tempat hiburan Jakarta.
Dalam operasi ini, Polisi menangkap sembilan tersangka yaitu: ACH, BUD, JEF alias ROB, ABD GAN alias UD, Fredy, KUS, SAN alias AS, EM, dan IF. Dari kesembilan orang tersebut, empat orang yakni Freddy, ACH, JEF alias ROB, ABD GAN alias UD mempunyai peran yang penting.
2.3. Vonis Mati Freddy
Kabareskrim Komjen Sutarman mengungkapkan, polisi mendapat informasi soal penyelundupan itu pada Februari 2013. Kemudian, tim gabungan berhasil menggerebek para pelaku ketika sedang bertransaksi di Jalan Kembang Sepatu, Senen, Jakarta Pusat, Senin, 11 Maret 2013.
Narkoba itu tadinya akan dikirim kepada Freddy untuk disebar di Medan, Bali, dan Surabaya. dua warga negara asing yaitu Laosan (Hongkong) dan Bahari Piong alias Boncel (Belanda dan mantan WNI) menjadi pemasok jaringan tersebut. Namun, menurut Sutarman saat itu, kelompok ini merupakan pemasok utama ekstasi ke tempat-tempat hiburan Jakarta.
Dalam operasi ini, Polisi menangkap sembilan tersangka yaitu: ACH, BUD, JEF alias ROB, ABD GAN alias UD, Fredy, KUS, SAN alias AS, EM, dan IF. Dari kesembilan orang tersebut, empat orang yakni Freddy, ACH, JEF alias ROB, ABD GAN alias UD mempunyai peran yang penting.
2.3. Vonis Mati Freddy
Akibat
perbuatannya itu Freddy diganjar vonis mati pada 15 Juli lalu oleh Majelis
Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat. Selain itu, dia juga diwajibkan membayar
uang denda Rp10 miliar.
Namun, kasus yang berkali-kali menimpa dirinya tak lantas membuat Freddy sadar. Setidaknya, ini berdasarkan pengakuan seorang model majalah dewasa, Vanny Rossyane. Secara blak-blakan, perempuan 22 tahun ini mengaku kerap berhubungan seks dan memakai narkoba di dalam LP Narkotika Cipinang selama menjenguk Freddy sejak 2012.
Namun, kasus yang berkali-kali menimpa dirinya tak lantas membuat Freddy sadar. Setidaknya, ini berdasarkan pengakuan seorang model majalah dewasa, Vanny Rossyane. Secara blak-blakan, perempuan 22 tahun ini mengaku kerap berhubungan seks dan memakai narkoba di dalam LP Narkotika Cipinang selama menjenguk Freddy sejak 2012.
Vanny
mengklaim, salah satu ruangan yang dia pakai untuk pesta seks dan sabu itu
adalah ruangan kalapas yang saat itu dijabat Thurman Hutapea. Skandal ini
kemudian ramai diberitakan media nasional dan beberapa media asing. Vanny juga menunjukkan beberapa foto yang
dia klaim sebagai 'ruangan kalapas' itu.
Dengan cepat, Kementerian Hukum dan HAM mencopot Thurman pada Kamis 25 Juli lalu. "Menteri dan saya sangat kecewa. Kemarin jajaran Inspektorat Jenderal sudah langsung turun ke lapangan. Kami memeriksa tempat-tempat yang dicurigai," kata Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana, saat itu.
Tak hanya Thurman yang kena getah pengakuan Vanny. Freddy kemudian diasingkan dan diisolasi di LP Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, 30 Juli 2013.
Dengan cepat, Kementerian Hukum dan HAM mencopot Thurman pada Kamis 25 Juli lalu. "Menteri dan saya sangat kecewa. Kemarin jajaran Inspektorat Jenderal sudah langsung turun ke lapangan. Kami memeriksa tempat-tempat yang dicurigai," kata Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana, saat itu.
Tak hanya Thurman yang kena getah pengakuan Vanny. Freddy kemudian diasingkan dan diisolasi di LP Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, 30 Juli 2013.
Tapi,
Freddy lagi-lagi berulah saat dipindah ke lapas terpencil itu. Setibanya di LP
Nusakambangan, Freddy kepergok membawa tiga paket narkoba jenis sabu dan tiga
buah sim card. Sabu ditemukan petugas saat menggeledah yang bersangkutan.
"Sabu
ditemukan di celana dalamnya," kata Kepala Sub Direktorat Komunikasi
Dirjen Pemasyarakatan, Akbar Hadi.
Akbar mengatakan, petugas masih mendalami bagaimana Freddy bisa membawa 3 paket sabu dan 3 sim card ke Nusakambangan. Padahal kata Akbar, saat Freddy dipindahkan dari Lapas Cipinang ke Lapas Nusakambangan dilakukan secara cepat dan pengawalan ketat aparat kepolisian.
Akankah petualangan Freddy di dunia hitam ini berakhir di lapas Nusakambangan? (umi)
Akbar mengatakan, petugas masih mendalami bagaimana Freddy bisa membawa 3 paket sabu dan 3 sim card ke Nusakambangan. Padahal kata Akbar, saat Freddy dipindahkan dari Lapas Cipinang ke Lapas Nusakambangan dilakukan secara cepat dan pengawalan ketat aparat kepolisian.
Akankah petualangan Freddy di dunia hitam ini berakhir di lapas Nusakambangan? (umi)
2.4. Curhat Freddy
Budiman sebelum dieksekusi: Pernah suap personil BNN dan Polri
KASUS
SUAP. Terpidana mati Freddy Budiman sebelum dieksekusi mengaku kepada Ketua
KontraS, Haris Azhar pernah menyuap personil BNN Rp 450 miliar dan pejabat
polri Rp 90 miliar. Pengakuan itu terjadi pada tahun 2014 lalu. Foto oleh Idhad
Zakaria/ANTARA
JAKARTA,
Indonesia - Sang gembong narkoba, Freddy Budiman boleh jadi sudah dieksekusi
oleh regu tembak di Pulau Nusakambangan pada Jumat dini hari, 29 Juli. Tetapi,
kisah di balik layar bagaimana Freddy bisa mempertahankan bisnis narkoba dari
balik jeruji besi, menghantui publik.
Adalah
Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS),
Haris Azhar yang mengaku sempat bertemu Freddy pada tahun 2014 lalu dan
mendengarkan pengakuan yang mencengangkan. Dalam curahan hatinya, Freddy mengaku
kerap menyuap petugas Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Polri agar bisnis
narkobanya langgeng.
“Dalam
hitungan saya, selama beberapa tahun kerja menyelundupkan narkoba, saya sudah
memberi uang Rp 450 miliar ke BNN dan Rp 90 miliar kepada pejabat tertentu di
Mabes Polri,” ujar Haris menirukan kalimat Freddy dalam postingan di akun
Facebook dengan judul ‘Cerita Busuk dari Seorang Bandit’ pada tahun 2014
lalu.
Dengan
menyetor uang yang demikian besar, Freddy mengaku bahkan bisa menggunakan
fasilitas mobil TNI bintang 2 untuk mengangkut barang narkoba di dalam bagasi.
Sang jenderal yang memiliki mobil itu duduk di kursi penumpang dan Freddy
bertugas sebagai sopir.
Haris
mendengar pengakuan Freddy itu di sebuah ruangan yang diawasi oleh Kepala Lapas
Nusakambangan, Sitinjak, dua pelayan gereja dan John Kei. Freddy disebut sudah
lama ingin bertemu dengan Haris. Maka mengalirlah cerita yang berlangsung
selama 2 jam.
Lalu,
bagaimana Haris bisa masuk ke dalam Lapas Nusakambangan yang terkenal memiliki
penjagaan super ketat? Hal itu lantaran dirinya memperoleh undangan dari sebuah
organisasi gereja. Lembaga itu aktif melakukan pendampingan rohani bagi
narapidana di Lapas Nusakambangan.
Hal
lain yang membuat Freddy kecewa, ternyata aparat yang menyita narkoba miliknya,
justru malah menjual lagi narkotika tersebut. Freddy mengaku menerima informasi
dari jaringannya di lapangan ada barang narkoba yang dijualnya justru masih
beredar setelah dia ditangkap.
“Saya
jadi dipertanyakan oleh bos saya (yang di China). ‘Katanya udah deal
sama polisi, tapi kenapa loe ditangkap? Udah gitu kalau ditangkap kenapa
barangnya beredar? Ini yang main polisi atau loe?’” tutur Haris mengulangi
kembali kalimat Freddy.
Pria
asal Surabaya itu mengaku kecewa karena ternyata dimanfaatkan oleh aparat
keamanan. Selain dijadikan objek untuk memperoleh uang, Freddy menyebut selalu
bersikap kooperatif dengan petugas penegak hukum.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Jaksa Agung
Muhammad Prasetyo mengatakan eksekusi mati akan dilaksanakan usai lebaran atau
setelah Juli nanti. Saat ini, kejaksaan terus melakukan persiapan.
“Kita masih
persiapan dan koordinasi. Kalau pun dilaksanakan ya setelah lebaran. Masa
puasa-puasa hukuman mati,” ujar Prasetyo di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta,
Jumat, 27 Mei 2016.
Menurut
Prasetyo, salah satu yang akan dieksekusi nantinya termasuk gembong narkoba
Freddy Budiman. Freddy Budiman diketahui telah lama divonis hakim dengan
hukuman mati. Namun, upaya hukum yang dilakukan Freddy menjadi kendala untuk
segera mengeksekusinya.
“Kita akan
sertakan sekalian (Freddy), sekarang dia masih mengajukan PK dan PK dilakukan
di Pengadilan Negeri Cilacap. Ternyata pengadilan atas permintaan penasihat
hukum minta ditunda 7 hari ke depan. Kita ikutilah itu kan bagian dari
permintaan terakhir mereka,” katanya.
Saat ini, lanjut
dia, kejaksaan menunggu hasil keputusan dari Peninjauan Kembali (PK) yang
diajukan Freddy. Dia pun berharap agar tidak ada pihak pihak yang bermain dalam
putusan PK nantinya.
“Kita tunggu
PK-nya saja. Mudah-mudahan tidak ada halangan dan hambatan, mudah-mudahan tidak
ada pihak-pihak yang sekadar mengejar maju tak gentar mana yang bayar,”
ujarnya.
Freddy Budiman
dikenal sebagai gembong narkoba kelas kakap di Indonesia. Sosoknya sangat
fenomenal lantaran sempat tetap menjalankan bisnis narkobanya meski di balik
jeruji besi. Bahkan setiap harinya kekayaan Freddy terus bertambah. Total,
Freddy memiliki kekayaan lebih dari Rp70 miliar.
Freddy pertama
kali ditangkap pada 2009 lalu karena kepemilikan 500 gram sabu. Freddy memang sempat
menghirup udara bebas. Namun itu tidak berlangsung lama, karena pada 2011,
Freddy kembali dijebloskan ke penjara karena memiliki ratusan gram sabu dan
bahan-bahan pembuat inex. Dia akhirnya divonis mati atas catatan kriminalnya.
Komentar
Posting Komentar